Minggu, 14 Desember 2008

Upaya Pemberantasan Korupsi masih Jauh dari Harapan

. Minggu, 14 Desember 2008

Implementasi Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi masih jauh dari harapan. Dari 500 instansi baik pusat maupun daerah, baru 27 instansi yang melaksanakan Inpres tersebut. Lagi-lagi terkendala masalah klasik: anggaran

Mengecewakan. Itulah kata yang pantas sebagai apresiasi lambannya pemberantasan korupsi di instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah. Hingga semester pertama tahun 2005, dari 500 instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah yang wajib melaporkan upaya pemberantasan korupsi di wilayahnya. Baru 72 berkas masuk ke Sekretariat Nasional Koordinator, Monitoring dan Evaluasi (Kormonev) Pemberantas Korupsi yang berkantor di Kementerian PAN.


Dari 72 berkas tersebut, sebanyak 45 berkas tidak sesuai dengan format pelaporan yang ditetapkan Menpan. Sedang sisanya, sebanyak 27 berkas sesuai dengan format pelaporan dimana terdiri dari 12 berkas instansi pusat dan 15 berkas instansi daerah.

Ke-12 instansi pusat itu adalah Departemen Perindustrian, Kementrian Koordinasi Kesra, Mabes POLRI, BKKBN, Departemen Perdagangan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Agama, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Hukum & HAM, Sekjen DPR RI, TNI AL, dan TNI AD.

Sementara itu, ke 15 instansi daerah antara lain Pemprov DI. Yogyakarta, Pemkab Batang, Pemkot Cirebon, Pemkab Riau, Dinas Trans. Pemprov Riau, Pemkot Dumai, Pemkab Aceh Tamiang, Pemkab Barito Kuala, Setda Kotabaru, Prop Kalsel, Pemkab Bima, Setda Prov Lampung, Pemkab Aceh Tenggara, Pemkab Sawahlunto/Sijunjung, Pemprov Bali, dan Pemkab Langkat.

Fakta di atas menjadi bukti bahwa keseriusan dan kesungguhan Instansi Pelaksana Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi sangat mengecewakan. Padahal, kata Asisten Deputi Pengawasan Kementerian PAN Wiharto, Inpres itu disusun dengan perencanaan matang.

Lihat saja, ada 10 Intruksi Umum dan 11 Instruksi Khusus yang dijabarkan dalam Inpres tersebut. Instruksi Umum ditujukan kepada hampir 500 Intansi Pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Sedangkan Instruksi Khusus ditujukan kepada Menko Perekonomian, Menkeu, Bappenas, Menpan, MenhukHAM, Kem.BUMN, Mendiknas, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Bahkan, tambahnya, dalam instruksi khusus Inpres No.5 Tahun 2004 angka ke-4 huruf e, Presiden menugaskan Menpan untuk mengkoordinir, memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan Inpres tersebut. Selanjutnya Menpan membentuk organisasi Kormonev yang terdiri dari Sekretariat dan Kelompok Kerja (Pokja) Kormonev. Pokja Kormonev sendiri terdiri dari unsur Pemerintahan, LSM, Perguruan Tinggi dan dunia usaha.

“Pelaksanaan Kormonev ini di lakukan secara berjenjang,” tegasnya. Artinya masing-masing instansi pemerintah melakukan Kormonev di lingkungan instansinya dan melaporkan hasilnya kepada Presiden melalui Menpan. Dengan prinsip kerja kormonev berjenjang tersebut maka struktur organisasi Kormonev dimulai dari Kormonev tingkat Nasional, Kormonev Pusat dan Kormonev Daerah. Penanggung-jawab Kormonev Nasional adalah Menpan dan pelaksana harianya adalah Deputi Menpan Bidang Pengawasan.

Untuk menunjang kinerja Kormonev telah dibuat instrumen melalui surat edaran Menpan No. 345 Tahun 2005 yang menetapkan soal format pelaporan dari instansi pelaksana Inpres No.5 Tahun 2005. SE 345 ini ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala LPND, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara dan Lembaga lainnya, Gubernur serta Bupati dan Walikota diseluruh Indonesia.

Kelanjutan dari SE 345 ini, Menpan juga mengeluarkan SE No. 14 Tahun 2005 yang melampirkan soal Pedoman Umum Kormonev sebagai kelanjutan pelaksanaan Inpres No.5 Tahun 2004.

Arif Hidayat Koordinator Anti Korupsi Masyarakat Transparansi Indonesia menilai bahwa kedua instrumen itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Buktinya, pelaksanaan SE 14 masih jauh dari harapan. Sampai dengan awal Desember 2005 baru Kabupaten Toba Samosir yang telah membentuk struktur organisasi Kormonev berjenjang. Selain itu, dari 500 instansi pusat dan daerah yang menjadi pelaksana Inpres itu ternyata baru 27 instansi atau 5,4 persen yang telah melaporkan aktivitasnya sesuai dengan format SE Menpan No.345.

Ada beberapa masalah masih banyaknya instansi yang belum melaporkan kegiatannya. Menurut Arif, salah satunya adalah kurangnya sosialisasi tentang isi dan penjabaran Inpres tersebut. Hal ini terkait dengan masalah klasik yakni anggaran dimana untuk kegiatan sosialisasi ini tidak dialokasikan pada anggaran tahun 2005.

Kendala lainnya yang cukup mengkhawatirkan adalah tidak adanya sanksi bagi instansi yang tidak melaksanakan Inpres tersebut. “Tidak mustahil Inpres ini hanya dianggap sebagai anjuran belaka, tidak ada konsekuensi apa pun jika tidak dilaksanakan,” ujarnya.

Tentu saja, jika ini yang terjadi maka sia-sialah kerja keras Bappenas yang menyusun Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) serta upaya Menpan untuk mengkoordinasi, memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan Inpres tersebut. Keinginan bangsa ini untuk mencapai Ibdeks Persepsi Korupsi (IPK) sebesar 5 pada tahun 2009 nanti juga akan sia-sia jika tidak semua pihak merasa dirinya bagian dalam upaya pemberantasan korupsi.
(Lut)

http://hukumonline.com/detail.asp?id=14677&cl=Berita

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih Tas Komentar Anda

 

Artikel Terkait


© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com