Minggu, 14 Desember 2008

Cerpen: Kaosku 32

. Minggu, 14 Desember 2008
0 komentar

Horee…musim pemilu tiba “Kita akan sukses dibandingkan caleg yang bertarung,” teriak Bonong dihadapan pemuda setempat.

Sepak terjang Bonong dalam persoalan politik local tidak boleh dipandang sebelah mata, Bonong tetap dianggap sebagai icon setempat meskipun acapkali menjual nama daerahnya untuk kepentingan politik praktis.

Diapit oleh bukit kecil, menghadap utara, mata memandag lautan lepas, Bonong tinggal disebuah kecamatan bernama Alas di Kabupaten Sumbawa NTB. Komunitas militan Bonong bukan berada diwilayah ibukota kecamatan tapi justru berada didaerah dekat pantai yang disebut karang Hijrah. Meskipun berada dibibir pantai mayoritas penghuni karang Hijrah bertani, dan kebanyakan mereka pendatang dari pulau Lombok.

Tidak jauh dari karang Hijrah, terdapat sebuah pulau yang konon katanya terpadat didunia. Pulau tersebut bernama Bungin dan kehidupan masyarakat dari pulau Bungin mayoritas nelayan. Meskipun berjarak tidak lebih dari 4 kilometer menempuh jalan selebar satu mobil yang membelah lautan dari karang Hijrah, pengaruh Bonong di pulau Bungin boleh dibilang tidak ada.

“Teman-teman saat ini ada 32 buah parpol yang masuk kedaerah kita dan akan bertarung di pemilu tahun 2009 nanti, sudah tentu kita harus lebih sukses dari para caleg yang bertarung.” Papar Bonong.
“Apa langkah kita”? Tanya Adi.
Oh, Begini….kita akan membagi beberapa kelompok kecil menjadi menjadi 32 kelompok dan masing-masing kelompok akan dipimpin oleh satu orang. Masing-masing pemimpin kelompok ini akan mendekati partai politik dan caleg dari partai yang masuk ke daerah kita. “Anggap saja saat itu kita bersaing,” terang Bonong.
Masih ingat tidak strategi yang kita pakai pada pemilu 5 tahun lalu dan Pilkada 3 tahun lalu?
Masih dong Bos…serempak menjawab.

Pemilu tahun 2004 lalu Bonong dan kelompoknya mendapatkan keuntungan besar dari perta demokrasi yang berlangsung 5 tahun sekali. Mereka menjadi bagian tim sukses dari partai berlaga, bahkan kelompok Bonong lebih sukses secara materi dibandingkan dengan caleg yang bertarung.

Selama masa kampanye kelompok Bonong yang sudah dipecah menjadi beberapa kelompok kecil menjadi motor bagi partai untuk menggalang massa pada kampanye terbuka. Massa yang dibawah oleh kelompok Bonong sebenarnya hanya itu itu saja, yang berbeda tak lain warna kaos yang dikenakan saat kampanye terbuka tiba.

Diluar kaos yang dibagikan secara gratis, Bonong juga menetapkan tarif jika parpol ingin menggunakan massanya dalam kampanye.
Bonong mengenakan satu kepala lima belas ribu rupiah diluar transportasi dan makan serta atribut kampanye. Dari 15 ribu tersebut, Bonong hanya memberikan ke massanya 10ribu rupiah.

Posisi Bonong sebagai agen massa ditopang oleh jaringan Bonong yang sudah masuk sebagai tim sukses disetiap parpol. Bonong memang tidak menjadi bagian tim sukses manapun, tapi dia mengendalikan tim sukses lain melalui jaringan yang sudah disebarnya.

Selain mendukung pengerahan massa, kelompok Bonong juga menyediakan segala macam atribut kampanye. Jika Parpol dan Caleg butuh atribut kampanye maka kelompok Bonong yang akan mensupplainya.

Kelihaian kelompok Bonong dengan memanfaatkan penduduk di Karang Hijrah terbilang canggih, atribut parpol yang terpasang dirumah penduduk bisa berubah warna dalam hitungan sekejab tatkala tokoh – tokoh parpol bertandang ke kampung tersebut.

Tak segan-segan komando pergantian atribut parpol di suarakan lewat pengeras suara yang satu-satunya ada di masjid setempat.

Hampir semua rumah yang ada di karang Hijrah berbentuk panggung yang terbuat dari kayu, jumlah sekitar 200 kepala keluarga.
Hebatnya ke-200 KK mereka memiliki minimal 1 atribut parpol dari semua parpol yang bertarung tahun 2004 lalu. Kaos, Bendera, Stiker, Topi atribut wajib yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

Saat pemilu tahun 2004 lalu, masing-masing KK telah menerima kaos 1 buah, dan jika dihitung dengan jumlah parpol sebanyak 22 maka mereka memiliki minimal 22 kaos. Belum lagi kaos yang menampilkan gambar caleg dari partai yang sama juga dimiliki oleh sebagian penduduk setempat.

Banyaknya kaos yang dimiliki oleh masyarakat karang hijrah tak lepas dari peran kelompok Bonong yang telah menjadi tim sukses di semua parpol.

“Jangan lupa secepatnya menggantikan bendera dan kaos jika pengurus parpol tertentu datang kewilayah kita” ingat Bonong di hadapan warga menjelang pemilu tahun 2004 lalu.

Bonong memang bukan politisi tapi justru Bonong seringkali mengerjain para politisi local yang coba-coba mendapat dukungan didaerahnya. Jauh-jauh hari Bonong sudah menghitung berapa banyak manfaat yang bisa dikeruk dari caleg dan parpol yang bertarung nanti. Dalam hitungan Bonong saat ini caleg yang terdaftar di KPUD Sumbawa sebanyak 742 orang dan yang bisa duduk sebagai anggota DPRD Sumbawa hanya sebanyak 42 sisanya sebanyak 702 orang kembali menjadi pengangguran.

Sisa yang gagal menjadi caleg sebanyak 702 orang juga suda terpikirkan oleh Bonong untuk digarap sebagai apa nanti.

“Yang pasti mereka akan stress karena sudah kehabisan dana dan waktu sewaktu kampanye” bisik Bonong.

Angka 702 orang ini terbilang pasar yang bagus jika paska pemilu nanti mereka dipakai untuk mendemo KPUD atau pemerintah setempat, pikirnya.

“Ah..nanti saja menggarap caleg yang stress, yang penting saat ini bagaimana bisa menjadi tim sukses dari caleg dan parpol yang bertarung” pikir Bonong.

Teman-teman jangan sampai posisi tim sukses partai besar diambil oleh orang lain, jika memungkinkan kita mengambil posisi sebagai ketua tim sukses.

“Kapan kita mulai bergerak?” Tanya Paje..

Setelah pertemuan ini kita langsung bergerak dan kita bisa mengadakan pertemuan dua hari lagi untuk mengevaluasi kerja kita.

“Ingat…kita hanya sebagai tim sukses tapi belum tentu akan memilih orang yang kita sukseskan., “Bonong mengingatkan anak buahnya bahwa kesuksesan caleg atau parpol tergantung dari berapa besar keberanian mereka menyalurkan dana ke kelompok Bonong.

“Hidup Bonong” Serempak bersorak..


Jakarta, 14 Desember 2008


Arif Hidayat


Karang = Kampung
Parpol = partai politik
Caleg = Calon Legislative

Selanjutnya »»

Marimutu Bertanggung Jawab atas Nasib 12.000 Karyawan

.
0 komentar

[JAKARTA] Marimutu Sinivasan, pengusaha yang menyerahkan diri ke Markas Besar Polri, pekan lalu, bertanggung jawab atas nasib 12.000 karyawan di perusahaannya, Texmaco. Marimutu juga ingin agar status hukumnya jelas.

"Untuk itu, Marimutu datang kembali ke Indonesia. Dia bukan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Bahkan, Bank Muammalat telah mencabut laporannya," kata kerabat Marimutu sekaligus staf Texmaco, Taufik Ridha di Jakarta, Senin (12/5).

Dikatakan, penyelesaian pesangon 12.000 karyawan tersebut baru bisa dilakukan Perusahaan Penilaian Aset selaku pengambil alih jika kasus itu selesai. Dengan demikian, Marimutu bisa kembali menarik investor.

Kuasa hukum Marimutu, Malik Bawazier mengatakan upaya yang kini dilakukan adalah mendapatkan status hukum yang jelas bagi kliennya.

Dalam waktu dekat, Malik akan mendatangi Kejaksaan Tinggi DKI untuk meminta kejelasan status Marimutu. Kewajiban Sinivasan terhadap Bank Muammalat sudah selesai. Bahkan, Bank Muammalat telah mencabut laporan polisi terhadap Marimutu.

Jaksa Agung Hendarman Supandji pernah mengatakan alasan tidak ditahannya bos Texmaco itu karena kasus penggelapan dan penipuan di Bank Muammalat merupakan kasus perdata.

Namun, perbedaan pandangan antara penyidik Mabes Polri dan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) membuat Kejagung melakukan gelar perkara sebelum kasus itu dilimpahkan ke pengadilan.

Secara terpisah, Koordinator Forum Texmaco Eks Karyawan (Forteks) Arif Hidayat menyayangkan tidak ditahannya Sinivasan yang dianggap telah melukai perasaan rakyat, terutama mantan karyawan PT Texmaco yang sampai saat ini belum mendapatkan pesangon mereka.

Menurut Arif, Sinivasan sama sekali tidak menunjukkan niat baik untuk menyelesaikan persoalan utang, baik kepada Bank Muammalat, pemerintah, maupun mantan karyawan.

"Sebaiknya Kejagung, kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya melihat kasus Sinivasan dalam kacamata perdata dengan Bank Muammalat. Sampai saat ini ribuan karyawan Texmaco belum mendapatkan pesangon," ujarnya.

Marimutu Sinivasan menyerahkan diri ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Kamis (8/5).

Sebelumnya, anggota Badan Pengurus Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo meminta kejaksaan agar segera menahan Sinivasan. Sedangkan, Kepala Hubungan Masyarakat Kejati DKI Jakarta, Mustaming mengatakan Sinivasan tidak ditahan karena pertimbangan, seperti usia sudah lanjut dan telah terjadi perdamaian antara dia dengan Bank Muammalat. [ASR/E-8]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/05/13/Nasional/nas07.htm

Selanjutnya »»
 

© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com