Senin, 01 September 2008

Stabilitas dan Penjarahan

. Senin, 01 September 2008

Bahkan logikapun tak habis berpikir tentang masa depan Kabupaten Sumbawa, Gemuruh proyek atas nama pembangunan adalah realitas tak bisa dipungkiri betapa kerdil keberpihakan penentu keputusan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Tiga tahun berlalu merupakan panantian dan senantiasa akan diliputi kecemasan kearahmana sebenarnya Sumbawa akan dibawa. Apa yang dihasilkan hanyalah seabrek retorika pembangunan yang senantiasa berlindung dibawah tameng stabilitas.

Apa yang dihasilkan dari stabilitas yang diciptakan tak lain adalah serangkaian manipulasi kepentingan untuk kelompok penguasa. Tolak ukur panutan dari eksekutif dan legeslatif semakin bias seiiring dengan makin gencarnya mereka bersambut gayung untuk mengedepankan kepentingan dua instansi ini. Keberadaan DPRD yang kini lebih berperan sebagai broker proyek memberikan penguatan tersendiri akan kelembagaan eksekutif untuk lebih memperkuat bargaining mereka tentang kebijakan seenak Dewe’. Bersambut gayung layaknya dua instansi yang tak bisa diungkit – ungkit keputusannnya menempatkan eksekutif dan legestatif menjadi penjarah legal atas kebijakaanya.
Sebuah retorika sederhana sengaja dikembangkan sebagai indikator atas keberhasilan di Sumbawa adalah “Stabilitas”. Stabilitas dianggap sebuah keberhasilan pembagunan selama tiga tahun terakhir ini. Bahkan stabilitas dijadikan rujukan untuk mengerem kaum oposisi untuk membuka borok – borok pemerintahan Sumbawa dibawah pimpinan Latif Majid ini. Sebuah langkah kemajuan stabilitas dapat dijadikan toloka ukur andaikata hasil nyata pembagunan ini benar – benar dinikmati oleh masyarakat Sumbawa. apa yang dihasilkan hanya pembangunan semu yang sama sekali tidak berorentasi pada penguatan ekonomi kerakyatan. Penjarahan atas nama kebijakan formal merupakan langkah taktis untuk melegalkan proyek yang dijalankan. Kenyatan ini merupakan replika nyata dari kebijakan Soeharto disaat berkuasa, yang membedakannya hanyalah kevulgaran yang benar – benar berani ditampilkan oleh penguasa Sumbawa.
Lelucon ini semakin dipertontonkan oleh Dewan Sumbawa yang konon paling bangga disebut terhormat, PAD Sumbawa yang berkisar 18 Milyar ternyata akan dianggarkan untuk kepentingan Dewan sekitar 8 Milyar. Yang hanya beranggotakan 40 Orang. Dilain pihak masyarakat Sumbawa yang berjumlah diatas 700 ribu jiwa malah mendapatkan sekitas 55% dari total PAD tersebut. Lucunya daya tolak untuk membeli mobil Blazer dijawab dengan mendatangkan mobil mewah “Nisan Terrano” untuk menjawab tantangan yang ada. Logika berpikir itu ternyata diputar balik dengan pengaruh kekuasaan yang saat ini dipegangnya.
Belum lagi permainan kroni – kroni Bupati Sumbawa yang secara taktis menempatkan orang – orangnya untuk menjarah kekayaan Sumbawa semakin memberikan gambaran bahwa kondisi di Sumbawa berada pada fase kronis. Gambaran permainan politik untuk mensterilkan kepentingan Bupati kembali dimunculkan pada kasus pembabatan Hutan dikawasan Sumbawa timur yang pelaku Kuncinya adalah kroni Latif Majid. Upaya untuk mengkambinghitamkan pihak lain mulai dilancarkan sampai – sampai dalam pengantar khutbah Idul Fitri “Bupati” Sumbawa sengaja mengangkat isue pembabatan hutan dalam kapasitas “keprihatinannya”. Padahal dibalik itu yang akan dijadikan korban dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Latif Majid ini tak lain adalah kepala Dinas Kehutanan Sumbawa. Lahirlah upaya sistematis untuk mendiskriditkan ketidakmampuan Dinas Kehutanan Sumbawa dalam mencegah penjarahan hutan Sumbawa. Masyarakat disodorkan dengan opini – opini lipstik untuk menyelamatkan kepntingan penguasa, sampai – sampai kasus yang saat sudah ditangani oleh Polda NTB meresa disesali mengapa kasus pembabatan hutan ini bisa lolos ketingkat propinsi.
Atas nama stabilitas kaum oposan sengaja dikerdil dengan kenyataan –kenyataan semu, dan malah banyak dari mereka dibuai dalam permaianan yang digerakkan oleh penentu kebijakan Sumbawa. Malah tidak lumrah lagi jika yang tadinya bersuara lantang kini sibuk mengurus berbagai proyek – proyek lokal. Ternyata strategi cukup berhasil untuk meredam gerakan parlemen jalanan di Sumbawa. Penjarahan akan terus berlanjut ditambah lagi dengan sikap komprominya aparat penegak hukum terhadap penguasa lokal. Pengharapan agar mereka bisa menjadi lentera didalam kegelapan ternyata makin pudar. Memang ada beberapa kasus bermasalah yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan setempat namun semua itu sama sekali belum menyentuh pada inti persoalan yang ada. Kasus yang ditangani tidak lain sebagai unjuk kebolehan bahwa penegakan hukum di Sumbawa memang ada. Tidak lebih dari upaya untuk menyenangi perhatian publik agar tidak mendapat sorotan yang lebih tajam lagi.
Sebuah renungan sederhana, apakah kita mengingin Stabiltas namun Sumbawa semakin dijarah oleh kelompok penguasa. Atau kita menginginkan amanat rakyat ini disampaikan tapi stabilitas tercipta atas kesadaran masyarakat bukan diciptakan untuk mengukur keberhasilan ?
Bisa jadi stabiltas ini akan tetap dijadikan indikator oleh penentu kebijakan sumbawa untuk menutupi prilaku bobroknya selama ini. Nauzubillah….Ya…Allah ampunilah dosa – dosa atas keserakahan yang telah kami perbuat.

Bandung, 17 Desember 2002
Arif Hidayat

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih Tas Komentar Anda

 

Artikel Terkait


© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com