Kamis, 31 Juli 2008

Pintu Tertutup, “Politik Hegemoni Aktor Sumbawa Barat”

. Kamis, 31 Juli 2008

“Seandainya Lima kecamatan tersebut ( Sateluk, Taliwang, Brang Rea, Jereweh dan Sekongkang ) menjadi sebuah rumah tangga dan tamu ( Alas & Utan ) mengetuk pintu rumah tersebut maka selaku tuan rumah berhak menerima tidaknya tamu yang datang”.
 Sebuah analogi yang cukup didramatisir oleh Kyia Zulkifli untuk mengklaim dirinya sebagai bagian yang utuh akan Sumbawa Barat versi kelompok mereka. Sikap terlalu percaya diri setidaknya mengambarkan watak yang sebenarnya tentang apa yang diinginkan oleh sang Kyia seandainya Sumbawa Barat itu benar-benar akan terjadi menurut versi mereka. Bukan mustahil daerah lain akan diharamkan sebagai etnis lokal yang secara geografis masih berada di pulau Sumbawa. Hal yang cukup menggelitik, ketika sang Kyia mengklaim wilayah lain sebagai bagian Utuh dari perencanaan mereka, padahal data-data empirik terhadap proses dukungan tersebut tak lebih dari serangkaian politik onani ( politik menyenangi diri sendiri ).

Seharusnya sang Kyia berpikir realistis terhadap kenyataan yang ada dilapangan, apa yang menjadi keinginan kecamatan lainnya diluar Taliwang dan Brang Rea setidaknya masih mengandung tanda tanya yang sangat besar. Kita bisa melihat kejadian akhir-akhir ini klaim wilayah yang sebelumnya katanya sudah disepakati oleh para tokoh masyarakat setempat ternyata membuahkan penolakan dari komponen-komponen yang telah dicatut nama sebelumnya. Inilah kabanggaan semu yang sengaja diangkat oleh sang Kyia untuk menunjukkan kepada publik bahwa dukungan itu sebenarnya ada. Klaim yang ada cukup memprihatinkan jika kita berbicara mengenai moralitas yang seharusnya dipunyai oleh seorang Intelektual muslim, ini akan menimbulkan preseden yang cukup buruk jika kita mengukur sejauh mana moralitas intelektual muslim Sumbawa berkiprah dalam dunia politik. Namun gambaran khususnya yang ditonjolkan oleh Tokoh dari Taliwang ini bukanlah merepsetasikan intelektual muslim yang berasal dari Sumbawa khususnya Sumbawa Barat, kita masih mempunyai SDM lain yang bisa mengedepankan moral sebagai bagian dari perjuangannya.
Kalau kita mengkaji lebih dalam terhadap statement yang dikeluarkan oleh sang Kyia tentang sebuah rumah Tangga yang terdiri dari Lima kecamatan, terlebih dahulu atas dasar apa dikeluarkannya kesepakatan menjadi sebuah rumah tangga tersebut. Itu hanya pandangan sepihak menurut versi sang Kyia. Selama ini sang Kyia belum melakukan suatu pendekatan yang bisa dipertanggungjawabkan untuk mendukung sebuah rumah tangga yang disebut Kabupaten Sumbawa Barat tersebut. Nama Lima kecamatan tersebut kenyataannya baru muncul sebulan yang lalu, setelah para provakator dari Jakarta berkumpul di Sumbawa sesaat setelah acara PENAMAS berlangsung. Sesingkat itukah sang Kyia membuat sebuah Polling atau referendum tentang keinginan masyarakat ? rasanya tidak. Itu hanya kebohongan besar.
Kalau kita mengurut pada gerakan sebelumnya, dari Komite yang telah terbentuk di Taliwang sampai Kongres Rakyat Sumbawa Barat di Alas gerakan yang diperjuangkan hanya Satu yaitu Sumbawa Barat dengan Wilayah dari Utan sampai Sekongkang. Memang saat itu tarik ulur kepentingan tentang letak wilayah Kabupaten menjadi agenda yang menghangat, namun kondisi ini dapat diselesaikan setelah Pemda dan DPRD Sumbawa membentuk Tim Pengkajian Pemekaran Wilayah Sumbawa secara resmi yang terdiri dari beberapa komponen masyarakat. Sehingga dalam tataran legalitas Tim yang dibentuk oleh pemerintah itulah yang bisa dijadikan tolak ukur.
Apa yang diputuskan oleh Tim Alas sewaktu diadakan pertemuan kecil tanggal 7 Juni 2002 dengan Tim Taliwang di Sumbawa, merupakan sikap moderate terhadap apa yang ditempuh Oleh DPRD Sumbawa. Mereka menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada DPRD dengan mengacu kepada rekomendasi yang dikeluarkan oleh Tim Pengkajian resmi yang dibentuk oleh Pemerintah Sumbawa. Disinilah dituntut pemahaman yang bijaksana dari DPRD Sumbawa bahwa kajian yang perlu dipertimbangkan dan direkomendasikan adalah hasil Komite resmi bentukkan Pemda Sumbawa, bukan komite-komite partikelir yang selama ini mengatasnamakan wilayah yang semu.
Politik pintu tertutup yang dijalankan oleh Kyia memberikan gambaran kepada kita bahwa proses dialog dan musyarawarah hanyalah sebuah seremonial tanpa akan dikeluarkannya keputusan yang bijaksana. Hanya satu kalimat yang bisa diterima oleh mereka “Putuskan Keinginan kami”. Ini akan kontradiksi jika kita menyelami lebih jauh tentang siapa yang seharusnya bisa merepsentasikan wilayah-wilayah yang diklaim sebagai basis dukungannya.
Apa yang telah terjadi selama ini tentang proses pemekaran wilayah malah menimbulkan kesamaran, bukan memperuncing persoalan. Bukan mustahil energy yang dikeluarkan hanya berkutat tentang sejauh mana batas wilayah Sumbawa Barat diperjuangkan. Kenyataan ini membawa dampak yang cukup kekanak-kanakan ketika persoalan wilayah menjadi agenda justru memperkeruh kebersamaan yang sudah terbangun.
Bisa jadi kalau karakter selama ini yang dimunculkan oleh sang Kyia akan menimbulkan image yang kurang baik terhadap wilayah dimana sang Kyia itu berada. Kita tidak ingin salah seorang tokoh kita menjadi sebuah analogi seperti “uang kertas yang robek dan kucel” dimana-mana akan ditolak dan tidak diterima. Saya melihat sang Kyia masih dibutuhkan didunia pesantren bukan harus terjebak dalam politik praktis yang akan menjadi dirinya seperti uang kertas tersebut.

Bandung, 10 Juni 2002
Arif Hidayat

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih Tas Komentar Anda

 

Artikel Terkait


© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com