Kamis, 31 Juli 2008

Ada Apa dengan Sumbawa Barat?

. Kamis, 31 Juli 2008

Seakan menjadi Icon “ Ada apa dengan…..” merupakan ungkapan baru di Indonesia yang lagi digandrungi dari segala generasi. Ihkwal ini berawal dikala Film “Ada apa dengan Cinta” menjadi trend bagi kaum muda perkotaan dalam menentukan identitas dirinya.
Sebuah pertanyaan sederhana “ada apa dengan Sumbawa Barat?” merupakan fenomena menarik jika kita terus mengikuti perkembangan yang sedang dan akan berlangsung. Apa yang terjadi diluar merupakan serangkaian kondisi untuk mempertahankan kehendak dan kemauan dari sekelompok orang yang merasa bagiannya berhak atas klaim yang diutarakan.


Dalam seni peperangan yang diajarkan oleh Soen Tzu ada lima faktor yang harus dipertimbangkan disaat menentukan sikap dalam menghadapi situasi dilapangan, kelimanya adalah hukum moral, langit, bumi, pimpinan serta metida dan disiplin. Hukum moral menyebabkan terjadinya hubungan yang harmonis antara rakyat dengan penguasa, yang menyebabkan rakyat mengikuti pimpinannya dengan tidak kuatir dan gentar menghadapi setiap bencana. Langit diartikan dengan siang dan malam, panas dan dingin , musim dan waktu. Bumi diartikan dengan jarak jauh dan dekat, besar dan kecil, ancaman bahaya dan keamanan, ruang terbuka dan sela sempit, kemungkinan hidup dan mati. Pimpinan menegakkan kearifan, kejujuran, kebaikan, keberanian dan ketelitian. Metoda dan disipilin diartikan dengan mengatur pasukan dalam bagian-bagian yang lebih kecil, tingkat kepangkatan diantara para perwira, pemeliharaan jalur-jalur pembekalan dan pengawasan atas pengeluaran-pengeluaran militer.

Kondisi di Sumbawa Barat dengan Munculnya seorang tokoh gerakan yang cendrung bersebrangan dengan Wacana yang telah berkembang merupakan sebuah upaya untuk menjadi Komando dalam sebuah peperangan. Dibalik seni peperangan yang ada tak luput trik politik modern merupakan senjata ampuh untuk membawa seseorang terangkat atau malah terhempas karena gerakannya.

Apa Yang dilakukan oleh Kyia Zulkifli dari Taliwang merupakan upaya wajar jika dilihat dari pandangan kelompok yang berada di Taliwang, namun akhirnya gerakan itu kini malah menyempit menjadi sebuah penghukuman atas gerakan yang cukup bersemangat ini. Yang tidak disadari oleh seorang Zulkifli adalah bahwa dirinya hanya sebuah permainan politik atau kasarnya hanyalah Politik Test Case. Kita bisa menelusuri dari ide awal gerakan tersebut dan siapa yang ada dibalik semua gerakan tersebut. Gerakan ini ditujukan untuk membunuh karakter Zulkifli yang memang cendrung berambisi untuk menjadi Pemimpin Daerah. Kelemahan inilah yang diangkat untuk mempertemukan keinginan cita-cita Kyia dengan kesempatan yang memang ada. Setback skenario ini setidaknya diperlukan seseorang untuk menjadi pahlawan dan sekaligus dikorban jika gerakan itu gagal.

Opini yang berkembang di Sumbawa akan gerakan ini tak lain sebuah nilai antipati akan gerakan selanjut, kini malah gerakan itu menyempit dengan upaya beberapa tokoh yang sebelumnya mengklaim bergabung dengan Kyia Zulkifli malah menyatakan sikap pembelaan yang bertolak belakang dengan klaim semula. Apa yang diungkapkan oleh salah seorang Anggota DPRD NTB, A Kappi, kehadirannya mendampingi Kyia Zulkifli pada selasa ( 21/5-2002 ) adalah upaya untuk meredakan emosi kelompok ini. Kehadirannya tak lain agar mereka jangan berbuat anarkis ketika gerakan mereka berada di DPRD Sumbawa. Menurut A Kappi secara pribadi dia justru mendukung Upaya Pemerintah Sumbawa dengan membentuk Tim Pengkajian yang terdiri dari beberapa Komponen.

Sampai saat ini sang Kyia belum menyadari kondisi yang sebenarnya terjadi akan wacana Sumbawa, mereka tetap masih bersikukuh pada tuntutan semula bahwa Sumbawa Barat berasal dari Sateluk sampai Sekongkang. Sehingga rasa frustasi akan lemahnya dukungan diwujudkan dalam beberapa upaya lain untuk menarik perhatian masyarakat luas. Seperti halnya kejadian pada hari Rabu ( 7/6-2002 ) mereka mengadakan orasi dipelabuhan Tano. Apa yang mereka lakukan masih wajar jika norma-norma dan etika komunikasi masih dipegang teguh, kenyataannya banyak yang menyayangkan bahwa etika komunikasi itu tertutup oleh emosi yang kuat.

Gambaran yang jelas terlihat ketika wakil-wakil Kyia yang berada di seminar pada tanggal 3 Juni lalu mengeluarkan serangkaian argumen yang lebih cendrung menghakimi daripada mencari solusi akan permasalahan yang ada. Kenyataan ini sangat disayangkan karena peserta seminar menilai etika komunikasi yang ditampilkan sama sekali tidak ada, sentuhan emosi itulah yang lebih dominan.

Kondisi ini dipertegas oleh kelompok Kyia ketika mereka mulai menggunakan perang psikology untuk menghentikan wacana yang berkembang atas sikap negatif kelompoknya. Penulis sendiri diancam Via telpon karena karena selama ini selalu membuka gerakan yang telah dan akan dilakukan oleh Kyia Zulkifli. Ancaman pembunuhan merupakan karakter khas ketika mereka mengeluarkan ancaman keberbagai pihak.

Langkah ini salah besar dan sudah tentu akan memunculkan rasa antipati yang lebih besar dari berbagai komponen, seharusnya mereka dengan akademis bisa mewacanakan semua argumennya melalui media massa. Tidak lain semua langkah ini merupakan warisan dari Rezim Orde Baru.

Seandainya metode ancaman ini terus dilakukan oleh Kelompok Kyia niscaya akan bisa memperkeruh kondisi di Sumbawa, bisa jadi pertentang horisontal tidak bisa dielakkan kalau kecendrungan emosi yang dijadikan tolak ukur untuk menghasilkan sebuah keputusan. Kesadaran yang ada sangat relevan dengan tujuan yang ingin dicapai, mungkin lebih dari apa yang muncul saat ini, keinginan kelompok Kyia bisa jadi jauh lebih besar daripada apa yang kita lihat akhir – akhir ini.

Mengkaji strategi perang yang diajarkan oleh Soen Tzu khususnya hukum moral bagaimana mana mungkin seorang pemimpin akan bisa diterima oleh rakyatnya jika perilaku hukum rimba manjadi bagian dari upaya menyelesaikan sebuah persoalan.

Sumbawa Barat adalah sebuah cita-cita bersama dari masyarakat Sumbawa Barat, akan sangat kontradiksi seandainya Sumbawa Barat direpsentasikan oleh sekelompok golongan yang cendrung mengutamakan kehendaknya dengan pemaksaan. Sangat tidak relevan jika kelompok Kyia malah mempertegas karakter yang lebih cendrung negatif dilakukan oleh masyarakat Taliwang, padahal masyarakat Taliwang sendiri tidak menginginkan semua itu. Harusnya Kelompok Kyia bisa mensiasati kondisi Riel yang terjadi di Sumbawa, yang pada akhirnya tidak terjadi benturan yang mengakibatnya makin tidak menentunya masa depan Sumbawa Barat. Penulis percaya apa yang dilakukan oleh Kelompok Kyia Selama ini bukan mencerminkan karakter masyarakat Taliwang secara keseluruhan apalagi Sumbawa Barat, ini hanya sebuah fenomena sebagian orang yang belum bisa menempatkan rasionalitas diatas emosi.

Bola Sumbawa Barat sekarang berada di Tangan Tim Pengkajian yang dibentuk secara Resmi oleh Pemda Sumbawa, apa yang direncanakan dan dihasilkan merupakan kenyataan yang harus diterima. Dan lebih baiknya sebelum itu diterima hasil tersebut perlu dikaji baik-buruknya. Sudah tentu kajian ini akan didasarkan pada independens anggota Tim yang terlibat bukan didorong oleh penekanan dari sekelompok orang yang menginginkan keuntungan bagi kelompoknya.

Sekali lagi Kyia Zulkifli harus mengkaji lagi apa yang pernah dan akan dilakukan dalam gerakannya. Saya melihat Kyia dijadikan korban pembunuhan karakter dari proses politik daerah yang sedang berlangsung. Kalau tidak sadar niscaya penghakiman negatif akan karakter Taliwang akan terus berlangsung, ini yang tidak kita inginkan.



Bandung, 7 June 2002

Arif Hidayat



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih Tas Komentar Anda

 

Artikel Terkait


© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com