Kamis, 31 Juli 2008

Geliat Provinsi Sumbawa

. Kamis, 31 Juli 2008

“Change is an unnatural act. Powerfull forces are at work to avoid it.” – Perubahan adalah tindakan yang tidak wajar. Daya-daya yang kuat bekerja menghindarinya.
Status quo identik dengan mempertahankan kondisi yang sebelumnya, perubahan dianggap sebagai sebuah ancaman akan masa depan yang belum pasti.
Setahun lebih gaung propinsi Sumbawa meredup seiring dengan berita harian kompas 14 Februari 2001 yang mengedepankan Bima sebagai nama propinsi yang berada di pulau Sumbawa. Kenyataan pahit membawa asumsi – asumsi pertentangan akan kepentingan dan kelicikan salah satu pihak yang memanfaatkan wacana propinsi ini sebagai kepentingan kelompok maupun suku.


Saling tuding serta ketersinggungan melanda masyarakat kabupaten Sumbawa yang sebelumnya berharap ibu Kota Propinsi berada di wilayah Sumbawa. Tudingan itu sudah tentu mengarah pada ketidakkonsistennya penggerak wacana yang berasal dari suku Mbojo, itu realitas yang berkembang setahun lalu. Perpecahan melanda tubuh komite penggerak yang sebelumnya bermarkas di Mataram, hingga kini kepercayaan itu mulai tumbuh seiring dengan realitas politik bahwa informasi dan data yang masuk ke Depdagri akan nama Propinsi Bima merupakan ulah elit politik yang berada di Jakarta. Tujuannya tak lain menggagalkan terbentuknya propinsi Sumbawa ! Elit politik tersebut ternyata berasal dari etnis Samawa Juga.

Di balik kesimpangsiuran opini yang berkembang, geliat propinsi Sumbawa ternyata berdetak kembali, anggota komite yang sebelumnya vakum kini mulai bergerilya untuk meyakinkan berbagai pihak bahwa propinsi Sumbawa merupakan perubahan yang tidak perlu dihindari. Seminggu lalu di Mataram telah dilangsungkan pertemuan terbatas yang membahas kelangsungan masa depan propinsi Sumbawa. Secara de facto di tunjuknya Ihklasuddin Jamal sebagai ketua komite dari Sumbawa merupakan langkah awal untuk mengobati sikap penolakan akan propinsi Sumbawa yang sebelumnya menguat di Sumbawa.

Apa yang terjadi di Jakarta ternyata proposal pembentukan Propinsi Sumbawa sudah masuk ke Mendagri, dalam salah satu rumusannya bahwa propinsi Sumbawa merupakan wilayah Pulau Sumbawa, dengan ibu kota propinsi akan berada di Kabupaten Sumbawa. penggerak wacana Propinsi Sumbawa di Jakarta juga mulai mempersiapkan diri untuk mulai menyusun rencana agar usulan propinsi Sumbawa mendapat prioritas pemerintah pusat.

Bangkitnya kembali tentang usulan propinsi Sumbawa tak lain merupakan upaya untuk merespon manuver politik yang sebelumnya komite penggagas dibuat mati kutu karena pemberitaan di harian Kompas setahun yang lalu. Langkah ini ditempuh untuk menunjukkan kepada Publik bahwa penghianatan itu bukan merupakan strategi yang dijalankan. Penggagas sebelumnya, mereka tetap berkeyakinan bahwa kejadian setahun lalu yang merupakan upaya untuk menggagalkan terbentuknya propinsi Sumbawa. Malah lebih ekstrim lagi kecurigaan penggagalan itu ditujukan berasal dari komponen Sasak yang enggan melepaskan Sumbawa dari NTB. Kini kesimpangsiuran itu mulai terkuak bahwa penggagalan itu ternyata di dalangi oleh salah seorang aktifis asal Sumbawa juga.

Apa yang akan menjadi wacana menghangat pada tahun-tahun mendatang di NTB tak bisa dipisahkan dengan proses suksesi posisi Gubernur. Lepas dari peran yang dimainkan saat ini, ternyata Sumbawa merupakan mutiara yang suatu saat tetap diperebutkan. Begitu juga dengan geliat “propinsi Sumbawa” adalah realitas politik untuk mengukuhkan bargaining di tingkat propinsi akan kepentingan yang kuat etnis Samawa dan Mbojo terhadap pembagian kekuasaan. Power sharing merupakan upaya untuk meredam kelompok Sumbawa agar geliat “Propinsi Sumbawa” ditangguhkan kalau memungkinkan tidak dilaksanakan.

Apa yang menjadi perdebatan di daerah tentang penting tidaknya propinsi di prioritaskan dibandingkan dengan upaya pemekaran wilayah merupakan upaya sinergy untuk mengukuhkan kemandirian Sumbawa. Bisa Jadi upaya pemekaran akan tetap berlangsung begitu juga Konsistensi pembentukan propinsi Sumbawa juga berlangsung. Apa yang saat ini berlangsung tak lepas dari posisi keputusan politis baik ditingkat Kabupaten maupun ditingkat Propinsi. Dan itu yang harus menjadi perhitungan para penggagas, jangan sampai upaya yang telah dilakukan akan mentah karena keputusan politis yang tidak mendukung.

Khususnya di Sumbawa, wacana propinsi ini tidak sehebat seperti dua tahun lalu, hal ini dimungkinkan oleh semangat penggerak daerah lebih terfokus untuk melakukan pemekaran wilayah menjadi Kabupaten mandiri. Wacana Sumbawa Barat yang berjalan alot dengan seabrek perbedaan kini mulai muncul wacana Sumbawa Timur dengan perbedaan batas wilayah yang masih diperselisihkan.

Pada akhirnya kita semua mendambakan sejenis perasaan bahwa hal-hal yang berkembang tentang masa depan Sumbawa bukan berakhir melainkan baru dimulai. Amien…….



Bandung, 14 Juli 2002

Arif Hidayat



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih Tas Komentar Anda

 

Artikel Terkait


© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com