Kamis, 31 Juli 2008

Menggurita

. Kamis, 31 Juli 2008

Apa yang ditakutkan oleh banyak kalangan tentang penerapan Otonomi Daerah setidaknya tergambar pada perilaku yang saat ini dipertontonkan oleh para penentu kebijakan didaerah itu sendiri.
Terbayang dalam ingatan kita sebelum otda diterapkan akan muncul raja-raja kecil yang dipelopori oleh pemegang kekuasaan itu, semangat kekeluargaan tumbuh seiring dengan keinginan untuk mengusai aset daerah dalam lingkup terbatas. Cukup janggal ketika kita menjabarkan apa yang sebenarnya menjadi terjemahan semangat kekeluargaan itu, ternyata hanya terpaku pada bagaimana dan upaya untuk mengembalikan posisi status Quo dalam bentuk pengusaan segala aktifitas bisnis yang berhubungan dengan Pemerintahan Daerah. Sungguh ironis disaat kita mengedepankan pengusaha lokal sebagai basis mitra usaha, dilain pihak penguasa lokal menyodorkan kepentingan mereka untuk bisa menguasi proses tender yang berlangsung.


Kekisruan tarik ulur kepentingan penguasa lokal dengan pemberdayaan mitra usaha lokal terlihat dalam proses tender peningkatan jalan di Dinas pemukiman dan Prasana Wilayah ( Kimpraswil ) Sumbawa. Intervensi kepentingan Bupati jelas mewarnai keputusan Tender yang menjadi polemik bagi rekanan tender yang sebelumnya ikut serta. Sangat disayangkan perilaku penguasa lokal di Sumbawa tidak berkaca pada apa yang telah diperbuat sebelumnya. Lolosnya LPJ Bupati beberapa bulan yang lalu ternyata tidak memberikan dampak apa-apa terhadap perbaikan mentalitas sebagai birokrat yang harus mengedepankan pemberdayaan terhadap pengusaha lokal non kroni. Padahal kalau kita merinci lebih dalam apa yang diungkapkan dalam LPJ tersebut merupakan kenyataan Paradox terhadap kebijakan yang selama ini dijalankannya.

Kondisi yang semakin memanas dengan mengguritanya perilaku kepentingan “Bupati” dengan mengedepankan Nepotisme yang sungguh bertolak belakang dengan keinginan semua pihak untuk menciptakan Good Government diwilyah Sumbawa. Sangat mubasir andaikata kita tetap berharap perilaku yang lebih baik akan menjadi bagian dari sisa masa jabatan Bupati Sumbawa, jika perilaku yang telah di tonjolkan selama 3 tahun terakhir ini malah menggurita menjadi sebuah upaya penghancuran terhadap nilai-nilai reformasi.

Diperdebatkannya isi Keppres 18/2000 tentang pergantian panitia tender jika melakukan penyelewengan tugas dan terlibat KKN merupakan kenyataan di Sumbawa bahwa intervensi penguasa sumbawa melebihi kewenangan dan aturan main yang dijalankan saat ini. Sinyalemen intervensi Bupati dengan kepentingannya mewarnai ketidakpuasan rekanan tender Kimpraswil Sumbawa. Polemik proses tender ini tak lain merupakan bentuk ketidakberdayaan Dinas Pemukiman dan Prasana Wilayah untuk membendung intervesi kroni-kroni Bupati yang selama ini menganggap Sumbawa sebagai perusahaan kelurganya.

Apa yang disiratkan dalam keppres 18/2000, adalah tender yang sudah ditetapkan pemenangnya akan dievalusasi ulang, kecuali ada sanggahan dari rekanan yang ikut tender. Persoalan yang ada merupakan hasil dari ketetapan tersebut. Pimpro akan menetapkan pemenang tender jika memenuhi syarat kemenangan proses tender bukan hanya didasarkan pada penawaran terendah, tapi juga mengacu pada syarat penawaran, administrasi dan masalah tekhknisnya.

Intervensi dengan usulan pergantian panitia seharusnya dilandaskan pada pemenuhan kaidah hukum yang berlaku saat ini, jangan sampai semangat usulan tersebut dilatarbelakangi oleh gerakan premanisme atas kekuasaan yang ada dipundaknya. Apa jadinya Hukum yang ada jika keputusan Bupati lebih tinggi dibandingkan dengan Keppres yang dikeluarkan oleh Presiden.

Perilaku penguasa lokal yang lebih mementingkan kepentingan terbatas akan menjadi Gurita yang sangat menakutkan dalam masa sisa jabatannya, jika kondisi penegakan hukum di Sumbawa bias dengan mandulnya kekuasaan mereka. Seharusnya jajaran penegak hukum lebih proaktif untuk bisa menjadi pengimbang jalannya amanat reformasi di Sumbawa. Jika sinyalemen mandulnya penegakan hukum terus berlangsung niscaya sepak terjang kroni-kroni Bupati Sumbawa akan semakin mengganas. Yang sudah tentu masyarakat Sumbawalah akan menjadi korban berantai dari masalah yang ada. Apa yang dihasilkan bisa jadi ketidakpercayaan masyarakat terhadap peran penegak hukum dan pemerintahan semakin membesar. Akibatnya masyarakat akan membuat hukum sendiri dalam pembenaran menurut pandangan mereka.

Kita bisa memberikan catatan terperinci tentang konstribusi yang dihasilkan selama Latif Majid menjadi Bupati Sumbawa, yang dihasilkan hanyalah deretan polemik ketidakpuasan dari berbagai pihak akan kebijakannya selama ini. Ternyata perubahan yang diharapkan terhadap perilakunya selama ini tidak memberikan bukti kongrit akan ucapan yang terkesan hanya sebagai kampanye belaka. Kejenuhan sudah melanda komponen penggerak reformasi di Sumbawa, karena harapan mereka selama ini hanya sebuah gaung yang tidak berbekas. Keyakinan kita akan tetap mendasar bahwa hari – hari kedepan akan tetap menyelimuti Sumbawa dengan pola pikir pemimpin daerahnya yang berorentasi pada Korupsi – Kolusi dan Nepotisme, ditambah lagi dengan perilaku premanisme…..sungguh sayang Sumbawa berada dalam genggaman tersebut.



Bandung, 16 Juli 2002

Arif Hidayat



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih Tas Komentar Anda

 

Artikel Terkait


© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com