Senin, 01 September 2008

Kebersamaan dan Perbedaan

. Senin, 01 September 2008

Menggelikan hidup dalam panutan yang tak seharusnya dipanut. Politisi bergaya dengan karakter Cowboy-nya, pejabat bergaya dengan status Quo-nya. Perbedaan semakin dipertajam dengan kepentingan golongan tanpa melihat arti esensial dari apa yang perlu diperjuangkannya. Kita kehilangan makna untuk mencari persamaan dalam melihat persoalan yang timbul. Di balik itu ada yang sengaja mencari persamaan ketika komuditas kepentingan rakyat dieskploitasi untuk kepentingannya kroninya. Sebuah pengertian yang salah dalam menempatkan makna dari kebersamaan tersebut.

Gonjang – ganjing politik nasional yang membentuk rantai sampai akar rumput ditingkat lokal merupakan refleksi dari kehilangan makna akan sebuah masa depan bangsa ini, semua berpacu untuk mendapatkan hasil terbaik demi dirinya tanpa melihat penderitaan yang dialami oleh masyarakat.
Perbedaan begitu kentara dikala kepentingan politis menjiwai tata urut persoalan yang mengangkat, seakan menjadi icon untuk menjadikan dirinya bagian dari wacana terbentuk. Perbedaan merupakan sebuah anugerah jika kita bisa memahami arti dari perbedaan tersebut. Bukan malah memperuncing menjadi sebuah permusuhan yang berkelanjutan. Ada kalanya perbedaan justru akan melahirkan pemaknaan yang mendalam untuk mendapatkan persamaan. Kenyataan ini merupakan buah dari kesadaran pribadi yang tidak mengkultuskan perbedaan sebagai bagian konflik.
Disaat kegamangan ini melanda bangsa kita, bulan suci telah berada dalam keseharian hidup dalam sebulan penuh. Puasa dalam pengertian bahasa yaitu menahan diri dari lapar dan haus, bukan seharusnya dimaknai pada batasan kamus bahasa. Lebih dalamnya dimaknai dalam hidup keseharian dalam bentuk prilaku yang selaras dengan ajaran Islam. Pemaknaan dalam prilaku ini bukan terbatas dalam hitungan 30 hari disaat Shaum itu diwajibkan, alangkah indah jikalau kedua belas bulan itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari makna Bulan Suci ini.
Membangun daerah dilandasi oleh kebersamaan untuk mencapai kemaslahatan bersama, perbedaan merupakan kunci untuk merangkai simpul persamaan. Jauhkan dari kaca mata kuda untuk melihat perbedaan sebagai konflik yang tidak bisa dikompromikan.
Kemajuan bisa dicapai jika dalam setiap persoalan dicari titik temu dalam persamaan, namun bukan mencari persamaan dalam hal mengeksplotasi hak – hak rakyat. Contoh sudah sangat familiar dalam keseharian kita, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme bukanlah object yang harus didasarkan pada persamaan. KKN tersebut justru harus dijadikan perbedaan antara hitam dan putih, baik dan buruk, halal dan haram. Penyakit masyarakat yang dimotori oleh penentu kebijakan justru makin gesit mencari persamaan dalam membentuk jaringan KKN. Nauzubillah………
Adalah hak seorang anak manusia ketika melihat penyelewengan yang terjadi didepan matanya, apa yang dilakukan oleh oknum penentu kebijakan adalah perbedaan. Mencari persamaan dalam penyelewengan tersebut sama artinya terlarut untuk membentuk jaringan tersebut lebih luas lagi. Kenyataan ini bukan hanya sebagai retorika yang sangat sulit dicari contohnya, namun justru kenyataan ini lebih banyak menghinggapi diri kita untuk mendapatkan persamaan demi kepentingan sesaat tersebut. Dimotori oleh nurani dalam melihat persoalan benar dan salah, seorang anak manusia sudah tentu merasa bersalah jika malah terlarut dalam permainan pelaku KKN. Sebagai insan manusia perbedaan yang ada jangan sampai memutuskan tali silaturrahmi dengan sesama, baik dengan pelaku KKN. Siapa tahu dengan Silaturrahmi tersebut dapat menyadarkan Oknum yang ada dalam melihat titik terang dari kaidah agama dan hukum.
Kita memusuhi pelaku KKN karena perbuatannya, bukan lantas memusuhinya karena kehidupannya. Masih ada celah untuk menjadikannya berubah agar bisa berpihak pada kepentingan rakyat. Mencari persamaan acapkali lebih sulit daripada mendapatkan perbedaan, kearifan kitalah yang bisa melihat benang merah diantara keduanya.
Apa yang menjadi harap akan kondisi selama ini, sudah tentu perubahan yang lebih baik. Apa yang dikatakan Rasulullah “ Rubahlah lingkunganmu dengan tindakanmu, kemudian dengan ucapanmu dan yang terlemah dengan Do’a-mu” merupakan seruan untuk menempatkan ajaran Islam pada tempatnya. Kekuatan anak manusia mempunyai batas toleransinya, maka Sabda diatas dapat menjadi pijakan kita untuk bisa merubah apa yang ingin kita capai demi kebaikan umat manusia.
Tidak akan ada persamaan dan perbedaan yang abadi ketika kita menyadari apa yang kita lakukan benar atau salah, bukan dalam persfektif yang kita arahkan untuk benar atau salah. Tapi sudah termaktup dalam kaidah agama dan hukum. Pijakannya sudah jelas minimal ajaran Qur’an dapat diamalkan dalam kehidupan niscaya, kesemrawutan ekonomi, politik dan sebagainya akan bisa teratasi. Itulah kebijaksanaan yang seyokyanya diamini dalam Bulan Suci ini. Selamat Menunuai Ibadah Shaum.

Bandung, 6 September 2002
Arif Hidayat

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Terima Kasih Tas Komentar Anda

 

Artikel Terkait


© Copyright 2008. www.arifhidayat.com. All rightsreserved | www.arifhidayat.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com